Pada suatu hari saya mampir ke sebuah warung kopi
sekitar satu kilo meter dari rumah tempat tinggal saya, dimana tempat itu
merupakan tempat yang sangat strategis untuk masyarakat dalam melihat pergumulan dan perbincangan orang-orang-(entah
itu orang biasa maupun kaum blater)-ngumpul bersama membicarakan soal keimanan,
kemanusiaan dan sosial-budaya hingga sampai kepada pernak pernik realitas masyarakat kita dekade
terakhir ini. Dimana pergulatan sejarah peradaban manusia pertama kali dimulai
adalah ketika perintah iqro` turun
kepada semua manusia melalui perantara malaikat jibril dan nabi muhammad. Dari
itu semua saya menyadari bahwa pada zaman aspirasi derivasi universal ini kita
harus mereka ulang sejarah yang sempat di torehkan umat islam 16 abad yang
lalu, dimana peradaban kita saat itu mengalami perkembangan yang cukup pesat
hingga ke seluruh pelosok dunia, itu
semua karena dilandasi dengan kesadaran membaca dan menulis. Pada satu pihak
kita dituntut untuk selalu membaca tanpa henti, pada satu pihak yang lain kita
membaca karena dua tuntutan; tuntutan pertama adalah karena perintah tuhan
dalam hal ini adalah totalitas kokoh tak tertandingi yaitu ALLAH SWT, kemudian
tuntutan yang kedua adalah karena tuntutan peradaban dimana peradaban saat ini
merupakan icon penting dalam
mengarungi kehidupan. Tuhan, agama dan peradaban adalah tiga dimensi tak
terpisahkan. Karena ketiga aspek tersebut merupakan kunci dari seluruh
aktivitas dan kinerja manusia tanpa terkecuali. Dari semua itu marilah kita
buka kesempatan untuk berekspresi demi sumbangan kita terhadap masa depan
bangsa. Leh karena kita saat ini
sadar akan semua apa yang seharusnya menjadi hak dan kewajiban kita nanti
sekarang adalah saat saat yang cocok bagi kaum muslimin untuk kemudian
bagaimana kita sebagai agent of social
control dan agent of change benar
benar mampu menampung segala bentuk aforisma hidup yang kerap terjadi di
lingkungan masyarakat tempat kita tinggal.
Dalam
bukunya; Islam Doktrin Dan Peradaban Cak Nur mengutarakan pandangannya secara
gamblang bahwa kita umat islam indonesia harus mampu mengulang sejarah
peradabannya yang sempat berada pada posisi yang lebih strategis, walaupun
sebenarnya kita tidak akan pernah lepas dari sebutan dan pen-dikotomi-an yang
barangkali ini adalah sebuah kebiasan masyarakat kita dalam meng-ekspresi-kan dimensi
egonya. Kita saat ini mempunyai banyak macam sebutan yang diantaranya adalah
islam puritan, islam abangan, islam normatif. Islam historis. Dan banyak yang
lain yang barangkali tidak semuanya penulis sebut pada tulisan yang sangat
terbatas ini. Selama ini ada semacam statemen
apik yang cukup biasa terdengar di gendang telinga kita bahwa islam kita saat
ini mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Ini semua sebenarnya tidak lepas
dari sejarah kita akan masa lalu yang sampai saat ini kita terpengaruh oleh
doktrin-doktrin lama yang cenderung memasung hak dan kreativitas kita untuk
kemudian bagaiman kita tahu bahwa realitas teks akan memberikan jalan solutif
historis tersendiri bagi diri kita sendiri, ini tanpa menghakimi mana yang
salah dan mana benar.
Sejenak
kita kembali kepada persoalan membaca dan menulis yang menjadi pokok bahasan
utama dalam tulisan ini, kita sadar dan tahu bahwa menulis itu sebenarnya
persoalan kita sehari-hari kita dimana setiap kejadian yang kita saksikan hari
ini adalah segalanya yang sempat lepas dari waktu dan pada akhirnya juga akan
lepas kembali kepada waktu. batu-batu yang hancur berantakan, pohon pohon yang
termakan usia, daun daun yang gugur bersama angin malam hingga kepada sekelumit
dan secuil akar dari semua yang hidup hari ini. itu semua sebenarnya tidak
henti hentinya dan takkan pernah lepas dari kajian alam dan proses pembacaan
manusia atas semua yang hidup, atas semua yang beraktivitas dan semua yang
sempat terlintas di benak para durjana cinta.
Sebelum
islam datang sebagai agama penyelamat seluruh manusia(rahmatan lil `alamin)dari segala mitologi dan kebohongan serta dari
segala ancaman kitab suci yang sudah mengalami pengubahan dari orang orang yang
bertujuan buruk untuk menyesatkan manusia ke jalan yang hina, peradaban saat
itu menjadi suram lantaran tidak ada nurul
islam Sebagai Penerang Roda Perjalanan Hidup Manusia. Setelah itu islam
datang sebagai rahmatan lil `alamin yang
meluruskan segala jalan yang bengkok menjadi lurus, hal ini menjadi tanda
penting akan makna islam sebagai agama universal dan sampai saat ini masih
relevan dengan kondisi zaman yang semakin hari semakin suram oleh peradaban
barat yang hampir dua abad terakhir menggantikan posisi islam pada poros dan
tempat yang paling strategis. sebagaimana yang di khawatirkan oleh Ernest
Gellner seperti yang di kutip oleh Cak Nur dalam salah satu bukunya bahwa islam
di mungkinkan untuk kembali bangkit sebagai pelopor peradaban karena ia
mendukung terhadap ilmu pengetahuan, dengan adanya globalisasi dan modernisasi
yang di rintis oleh barat akhir akhir ini akan berfaidah positif terhadap islam
itu sendiri dan iapun akan dinikmati oleh orang islam itu sendiri. Sebagai
sebuaah interpretasi yang barangkali
selama ini masih rabun untuk kita tafsir sebagai sebuah analogi awal bahwa kita
sebenarnya akan menuai makna, hakikat
dan faedah dari semua yang terjadi selama ini. sebuah perpustakaan terlengkap
pada masa masa awal kejayaan islam sudah di babat di bakar habis-habisan oleh
orang orang kristen Fundamentalis padahal sebenarnya perpustakaan itu merupakan
pencetak para ilmuwan jenius awal dan akhir abad ini. sejarah telah mencatat
adanya sebuah kemenangan islam setelah islam saat itu gencar gencarnya di
syiarkan oleh orang persia, arab, china, jepang dan gujarat yang datang ke
indonesia melalui perdagangan, perkawinan dengan wanita pribumi serta kesenian.
kita lihat saja para tokoh islam mulai dari imam nawawi, muhammad iqbal,
muhammad abduh, K.H. Hasyim Asy`Ari, dan banyak lagi yang tak sempat penulis
sebut satu persatu karena ruang ini sangat terbatas. Tetapi setidaknya kita
sadar dan menyadari bahwa peradaban ada karena adanya aktivitas dan kesadaran
membaca dari diri kita sendiri termasuk umat islam secara universal. Hal ini
sebenarnya persoalan besar yang harus kita taklukkan sebagai langkah awal untuk
menuju kembali kepada peradaban yang sempat jaya pada masa nabi dan setelahnya.
Tulisan ini sebenarnya tidak ingin memanas-manasi para kaum muslimin untuk
kembali bangkit ke arah semula. Dan ini memang berangkat dari realitas sosia
yang memang pada kenyataannya benar adanya, realitas makna dan realitas
konteks. Fakta yang di lukis sejarah telah menjadi bukti bahwa semua yang
terjadi akan dinikmati hasilnya oleh umat islam sendiri.
Atas
nama pelaku sejarah yang ingin tahu makna dari semua yang terjadi di masa
lampau penulis ingin sekali untuk selalu memberi semacam wacana lokal atau
bahkan wacana global yang sempat menjadi bahan perbincangan kita abad 21 ini,
maka dari itu selayaknya menjadi pertimbangan bagi penulis untuk memahami
secara menyeluruh apa sebenarnya yang terjadi pada abad kita kok tiba-tiba ada begitu
banyak macam persoalan hidup yang melanda kita akhir-akhir ini. Islam
sepertinya mengalami dekadensi dan degradasi sehingga ketika -indonesia yang
mayoritas warganya penganut agama islam- melalui pertimbangan dengan jepang yang
merupakan negara non muslim ternyata ia mampu mendongkrak segala kedok masa
lampau untuk masyakatnya di masa akan datang sehingga saat ini jepang mampu
bersaing di ranah persaingan global.
Barangkali
ada yang salah dengan cara berislamnya kita akhir-akhir ini?.
Sekiranya
benar apa yang di sampaikan oleh Nurcholish Madjid dalam bukunya; islam doktrin
dan peradaban. Bahwa tak satupun negara maju yang kebanyakan penduduknya adalah
penganut islam, tetapi sebaliknya seperti amerika, israel yang merupakan negara
non muslim ternyata ia berhasil menjadikan negaranya sebagai leader bukan malah follower seperti indonesia saat ini. Lalu yang selalu menjadi
pertanyaan apanya yang salah?
Ketika
aktivitas gerakan dan gebrakan liberasi, sekularisasi dan liberalisasi merasuk
ke dunia santri lebih lebih kepada dunia islam. Maka, pada saat itulah kemudian
segala macam persoaln kontroversial muncul ke permukaan sebagai akibat yang di
timbulkan oleh berbagai kegiatan di maksud di atas. Menyikapi kegiatan berfikir
generasi NU akhir-akhir ini- yang menurut kebanyakan orang sudah menyimpang
dari khittah ke-NU-annya- maka Gus Mus mengakui hal tersebut tetapi kemudian
beliau tidak khawatir dengan tindak dan gerakan berfikir bebas mereka. Yang
menjadi perhatian dan kekhawatiran beliau adalah generasi NU mengalami
kemandekan berfikir dan hanya jalan di tempat.
Tidak
heran jika kemudian Ahmad Wahib- pemikir muda sekaligus pembaharu islam
kontroversial indonesia- dalam kumpulan tulisannya bertanya tentang
kegelisahannya yang ia alami dalam setiap lini kehidupannya. Salah satu penulis
kutip dari buku kumpulan biografi Aktivis Aktivis indonesia mulai dari sejak
orde lama sampai orde baru. “Tuhan,
bisakah aku menerima hukum hukummu tanpa meragukannya terlebih dahulu?..
murkakah engkau bila aku berbicara denganmu dengan hati dan otak yang bebas,
hati dan otak yang engkau sendiri telah berikan padaku dengan
kemampuan-kemampuan bebasnya sekali?” begitu kata beliau dalam tulisannya.
meski kontroversial, ia telah menjadi mainstream
pemikiran modernisasi islam di indonesia hingga sekarang.
Kesadaran
membaca(iqra`) dan menulis(Al-kitabah) menjadi arti penting dalam
menyongsong masa depan gemilang, hal ini dapat kita bercermin pada logika
sederhana bahwa hidup tanpa di imbangi dengan semua itu hanya akan menjadikan
kita budak di zaman keterbukaan publik dewasa ini.
Dari
berbagai pemikiran yang di lontarkan oleh beberapa pemikir kita sudah menjadi
bukti bahwa generasi kita akhir-akhir ini cukup memberikan kontribusi
signifikan terhadap perkembangan dan proses modernisasi islam yang katanya
sudah mengalami banyak dilema persoalan akut yang sampai-sampai kepda tindak
anarkis dengan dasar kesenjangan dan konflik sosial atas nama agama.
Atas
nama insan akademis penulis sadar bahwa sebenarnya arti penting dari kehidupan
adalah bagaimana kita menjadi hamba ALLAH yang benar benar mengabdi dengan
penuh rela tanpa iming-iming apa-apa.
Kemudian
pesan yang ingin penulis sampaikan kepada pembaca sebelum mengakhirinya adalah
kita–kita yang mahasiswa termasuk yang calon mahasiswa menjadi wajib untuk
selalu membaca dan menulis tanpa henti.wallahu
a`lamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar