Minggu, 29 September 2013

Belajar menulis dari sebuah kegelisahan.

Belajar adalah memulai hidup dengan cara yang tidak biasa, dengan ini pulalah terasa ada iri dalalm diri setelah membaca tulisan mas Borkan omara yang berjudul “terpenjara di negeri kata”. Sungguh saya merasa tersihir oleh dialek khasnya dalam menyampaikan cerita lewat sebuat cerita dan benar-benar membuat saya harus setia pada realita apapun konsekuensi yang akan saya terima. Sungguh, barangkali inilah awal saya dalam menapaki dan menjalani hidup dengan pena. Semua yang terlahir pastilah akan menerima sebuah pilihan, entah itu menyakitkan, menyedihkan dan bahkan menakutkan. Hal ini menjadi wajar ketika manusia lahir dan memulai hidupnya dengan tindakan logis. Dari apa yang coba saya tuliskan pada catatan usil ini sebenarnya karena berangkat dari sebuah rasa iri dan cemburu, karena menyaksikan karya teman-teman riuh di media massa, baik itu cetak maupun elektronik.
Pergulatan sejarah peradaban manusia di mulai sejak dirinya megenal hidup bahwa dirinya di lahirkan demi merawat dan meruwat diri menjadi lebih baik. Baik dari segi pola dan tingkah laku. Hal ini akan segera di buktikan bahwa manusia sejatinya harus benar-benar menjadi makhuk pemegang kendali sejarah peradabannya. Sepertinya mafhum ketika gejolak dan dilemma hidup selalu saja di penuhi dengan cobaan dan tantangan. Dari inilah saya merasa mempunyai tanggung jawab terhadap diri bahwa saya harus dan wajib menjadi penulis kawakan yang belevel internasional.
Tulisan memang seharusnya memberikan pencerahan dan penyadaran kepada pembaca agar kehidupan tidak selalu saja di bohongi oleh hal-hal yang kita anggap sepele. Layaknya sebuah perjalanan panjang tanpa di bekali rasa berani dan pasrah, percuma saja. Demikian halnya dengan tulisan di hadapan pembaca ini, awalnya memang penulis pesimis karena kemungkinan besar karya yang ahir dari tangan dingin saya tidak sepeerti yang menjadi harapan dan dugaan pembaca. Namun ke optimisan ini terobati ketika coba saya melangkah walalupun sebenarnya saya tidak tahu harus kemana. Karena keyakianan dan keberanian akan mengantarkan kita pada gerbang pintu menujju kesuksesan.
Sebuah pilihan yang saya yakini akan membawa diri ini pada kegelimangan masa depan adalah dengan cara terjun pada dunia jurnalis, dimana ada banyak berita di media yang tidak setia pada fakta. Ini adalah bukti nyata dari sebuah keberanian saya untuk menuliskan apa saja yang ada di benak saya. Entah orang lain menganggap ini jelek, atai bahkan menilainya sama sekali tidak berarti. Saya akan tetap pada keyainan dan keeranian bahwa saya pasti bisa melalui dunia tulis menulis.
Sepetinya ada banyak tanda Tanya besar dari pembaca sekalian kaitannya dengan karya yang lahir dari tangan pribadi ini. Ada apa dengan tulisan ini?. Apa maksud dan tujuan tulisan ini lahir?. Atau bahkan akan pula ada pertanyaan lain yang lebih mengiris hati. Jangan-jangan penulisnya ini mabuk?.
Saya menyadari bahwa pertanyaan di atas akan selalu muncul di pikiran pembaca ketika dirinya selalu di bingungkan oleh hal-hal tidak jelas dari sebuah tulisan. Namun ketidak jelasan ini akan menjadi bukti bahwa saya akan terus menulis demi cita-cita mulya, yakni memahami berita dengan penuh makna sehingga tidak lagi ada statement miring dari pembaca bahwa berita seringkali bernuansa politis. Artinya, anggapan yang sering kali muncul di benak orang-orang adalah ketidak setiaan berita pada sebuah fakta. Dari inlah saya berupaya untuk terus melahirkan karya-karya berkualitas tanpa ada lagi embel-embel; fakta selalu saja di jungkir balikkan menjadi cerita luka. Zubairi akan mengubah pola pikir  masyarakat yang seperti ini. Tentunya dengan cara terjun pada dunia penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar