Telaah ulang terhadap
perselisihan dan konflik
di indonesia.
Oleh: Zubairi*
Al-Qur`an
sebagai sumber ajaran pertama umat islam dan hadist nabi sebagai sumber ajaran
kedua setelah kitab suci Al-Qur`an-kedua sumber tersebut-merupakan dualisme tak
terpisahkan ketika melihat kesenjangan umat manusia yang terjadi akhir-akhir
ini. Dimana persoalan yang kerap kali muncul ke permukaan sebagai hal ihwal
akan adanya gejala dan bukti bahwa bangsa ini adalah bangsa yang majemuk.
Semboyan bhinneka tunggal ika sebagai pemersatu bangsa ini dari segala
perbedaan baik dari stratifikasi sosial, etnis, budaya, suku, ras dan agama di
tubuh bangsa ini merupakan suatu keniscayaan bagaiman kemudian kita mampu dan
bisa mennyelesaiakn berbagai konflik yang di latari oleh hal-hal tersebut di
atas.
Pada
saat-saat gencar-gencarnya kebanyakan orang menyudutkan dan men-statemen-kan bahwa Ahmadiyah itu sesat
dan pengikutunya patut untuk di usir dari bumi pertiwi ini. Maka, Ketika itu
pulalah Gus Dur sebagai guru bangsa angkat tangan untuk bicara tentang
perselisihan yang panas-panasnya saat itu. Beliau sebagai sosok yang di segani
tidak segan-segan untuk berkomentar demi kesejahteraan umat minoritas di negeri
tercinta ini. Dukungan beliau terhadap agama yang menurut kebanyakan orang itu
sesat ternyata tidak bagi Gus Dur bahkan beliau mendukungnya dengan mengatakan
secara gamblang “jika Ahmadiyah itu di bubarkan, maka saya yang akan menjadi
pembelanya”, sepertinya ada banyak kalangan yang juga Pro dan Kontra dengan
pemikiran beliau, itu semua karena landasan pemikirannya tidak sesuai dengan
kebanyakan orang. Di sebut sebagai tokoh yang menghargai kaum minoritas adalah
terbukti beliau menjadikan aliran tersebut sebagai salah satu bentuk kekayaan
bangsa.
Sabda
Rosul Muhammad SAW, adalah ikhtilaafu
ummatii rohmatun bahwa perbedaan di antara umatku adalah rohmat, berangkat
dari hadist ini barangkali dapat di jadikan rujukan untuk memperkuat argumen
pendukung terhadap perbedaan. Baik itu dari segi strata sosial, perbedaan
pemikiran dan pandangan politik.
Merupakan
hal biasa jika kemudian bangsa ini mengalami pergolakan sejarah ketika dimasa
sekarang dan masa yang akan datang seringkali menuai perbedaan. Maka,
jadikanlah perbedaan ini sebagai sejarah bahwa indonesia juga pernah mengalami
masa-masa yang indah dengan konflik.
Sebagai
negara demokratik yang menghargai perbedaan seharusnya indonesia melindungi segenap
hak bangsa dan masyarakat minoritas ketika dalam kondisi yang tidak aman.
Karena jika ini terus di biarkan maka kemungkinan besar akan terjadi yang
namanya kerusuhan besar yang akan mengakibatkan hancurnya dan kukuhnya NKRI ini.
Dasar
dari semua tulisan ini penulis melandaskannya kepada sebuah hadis Nabi di atas
bahwa ikhtilaafu ummatii rohmatun.tanpa
menghakimi mana yang benar dan mana yang salah sehingga dalam tulisan ini tidak
menimbulkan masalah kaitannya dengan perbedaan. Hal ini di maksudkan agar tidak
ada lagi sebuah anggapan yang saling mencela dan saling menyudutkan satu sama
lain.
Dengan
semua perbedaan yang mengakar kokoh kepada adanya akan doktrin awal bahwa
bagaimanapun juga kita harus menyadari itu semua sebagai sebuah langkah
indonesia akan segera menjadi negara yang juga di perhitungkan dan di
sejajarkan dengan negara-negara lain. Perbedaan akan mengantarkan kita kepada kecerahan
masa depan.
Ada
banyak hal yang mestinya kita tiru dari kepiawaian dan kecerdikan Gus Dur
sebagai orang yang di perhitungkan dunia lebih-lebih kaum minoritas, dimana
kaum minoritas ini seringkali menemui berbagai rintangan dan halangan ketika
akan melaksanakan segala aktivitasnya. Kaum yang tertindas, kaum yang selalu
mendapat kecaman sesat dari orang sekelilingnya pembela utama mereka tiada lain
kecuali hany beliau sebagai bapak pluralisme. Sebagai orang yang merupakan
pembawa dan pembela kemajemukan lebih-lebih dalam hal kebebasan beragama
tentunya tidak lain bagi beliau adalah bagaimana kemudian semua agama, semua
etnis, semua ras, semua budaya harus dan perlu mendapat tempat yang layak dan
straegis tanapa ada sedikitpun yang namanya diskriminasi. karena fokus
pembahasan dalam tulisan ini sengaja penulis spesifik-kan kepada pandangan kaum
minoritas terhadap guru bangsa maka, setidaknya menjadi wajib bagi penulis
untuk bagaimana kemudian mengantarkan pembaca kepada ruang yang suasananya
lebih enak dan sejuk.
Selanjutnya,
kalau boleh meminjam bahasanya Cak Nur dalam bukunya; islam doktrin dan
peradaban. Di zaman aspirasi derivasi universal ini kita di tuntut oleh dua
peradaban yang saling berdekatan. Ia adalah peradaban materialis-Hedonis dan
peradaban liberalis-sekuralis. Pada masa-masa yang seperti inilah kemudian kita
di buat bingung ketika suatu ketika kita di benturkan kepada dua peradaban
tadi. Tetapi yang terpenting bagi kita adalah mampu menjadikan tantangan dan
kebingungan tadi sebagai sebuah batu loncatan untuk kecerahan masa depan
bangsa.
Kembali
kepada persoalan kaum minoritas, dimana setiap hal yang tidak sesuai dengan
norma dan hukum adat yang berlaku di negeri ini dan hal itu di lakukan oleh kaum
tadi. Maka, yang jelas ini akan menjadi perbincangan dan persoalan hangat,
aktual dan menarik kajian media untuk di angkat ke permukaan sebagai berita dan
bisa-bisa konflik yang orang-orang akan menyebutnya; konflik antar agama.
Belajar dari kasus yang terjadi antara kaum sunni dan syiah di dusun nangkernang
kecamatan omben sampang madura beberapa bulan yang lalu sudah saatnyalah kita
mengaca dan bercermin ulang kepada tokoh sekaligus guru bangsa yang satu ini
yaitu K.H. Abdurrahman Wahid atau yang sering di sebut Gus Dur oleh orang
kebanyakan. Walaupun memang pada prinsipnya ajaran dan aliran di maksud
benar-benar menyimpang dan keluar dari garis-garis yang telah menjadi
kesepakatan ijma` ulama`. Bila hal ini terus menerus di kembangkan. Besar
kemungkinan konflik dan anarkisme tak terhindarkan.
Ketika
bangsa ini mulai bergejolak lantaran hanya perbedaan pendapat, hanya perbedaan
ideologi dan perbedaan agama maka Gus Dur muda di harapkan tampil kembali
sebagai penengah di antara mereka yang sering mengalami perselisihan, goncangan
dan gempuran.
Bisa
pula kejadian di sampang madura ini karena ada intervensi politik atasan bisa
pula ada pihak ketiga yang menjadi provokator untuk menjerumuskan kembali
bangsa yang majemuk ini,
Ketika
melihat kembali pergolakan politik yang kemudian di tandai oleh pergantian
kepala negara menjadikan bangsa ini kelimpungan. Mulai dari Zaman Orde Lama, Orde
Baru dan hingga saat ini Zaman Reformasi demokratisasi yang di impikan oleh
pemerintah pun juga oleh rakyat indonesia selalu saja menuai kegagalan. Dan hal
ini wajar-wajar saja ketika kita kaitkan dengan segala tindak tanduk persoalan
yang terjadi pada masa nabi dan setelahnya hingga sampai sekarang.
Perbedaan,
diskriminasi, caci maki, kesenjangan dan kecemburuan sosial adalah rahmat tuhan
yang mestinya kita syukuri bersama sesuai sabda Nabi Muhammad yang merupakan
nabi terakhir, termulya dan pelopor sejarah peadaban islam bahwa ikhtilaafu ummatii rohmatun(perbedaan di
antara umatku adalah rahmat). Marilah kita hargai dan beri apresiasi
terhadap perbedaan di negeri Gemah Ripah
Loh Jinawi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar