Minggu, 29 September 2013

Membaca Gus Dur Dari Kaca Mata Masyarakat Minoritas



Telaah ulang terhadap perselisihan dan konflik di indonesia.
Oleh: Zubairi*
            Al-Qur`an sebagai sumber ajaran pertama umat islam dan hadist nabi sebagai sumber ajaran kedua setelah kitab suci Al-Qur`an-kedua sumber tersebut-merupakan dualisme tak terpisahkan ketika melihat kesenjangan umat manusia yang terjadi akhir-akhir ini. Dimana persoalan yang kerap kali muncul ke permukaan sebagai hal ihwal akan adanya gejala dan bukti bahwa bangsa ini adalah bangsa yang majemuk. Semboyan bhinneka tunggal ika sebagai pemersatu bangsa ini dari segala perbedaan baik dari stratifikasi sosial, etnis, budaya, suku, ras dan agama di tubuh bangsa ini merupakan suatu keniscayaan bagaiman kemudian kita mampu dan bisa mennyelesaiakn berbagai konflik yang di latari oleh hal-hal tersebut di atas.
            Pada saat-saat gencar-gencarnya kebanyakan orang menyudutkan dan men-statemen-kan bahwa Ahmadiyah itu sesat dan pengikutunya patut untuk di usir dari bumi pertiwi ini. Maka, Ketika itu pulalah Gus Dur sebagai guru bangsa angkat tangan untuk bicara tentang perselisihan yang panas-panasnya saat itu. Beliau sebagai sosok yang di segani tidak segan-segan untuk berkomentar demi kesejahteraan umat minoritas di negeri tercinta ini. Dukungan beliau terhadap agama yang menurut kebanyakan orang itu sesat ternyata tidak bagi Gus Dur bahkan beliau mendukungnya dengan mengatakan secara gamblang “jika Ahmadiyah itu di bubarkan, maka saya yang akan menjadi pembelanya”, sepertinya ada banyak kalangan yang juga Pro dan Kontra dengan pemikiran beliau, itu semua karena landasan pemikirannya tidak sesuai dengan kebanyakan orang. Di sebut sebagai tokoh yang menghargai kaum minoritas adalah terbukti beliau menjadikan aliran tersebut sebagai salah satu bentuk kekayaan bangsa.
            Sabda Rosul Muhammad SAW, adalah ikhtilaafu ummatii rohmatun bahwa perbedaan di antara umatku adalah rohmat, berangkat dari hadist ini barangkali dapat di jadikan rujukan untuk memperkuat argumen pendukung terhadap perbedaan. Baik itu dari segi strata sosial, perbedaan pemikiran dan pandangan politik.
            Merupakan hal biasa jika kemudian bangsa ini mengalami pergolakan sejarah ketika dimasa sekarang dan masa yang akan datang seringkali menuai perbedaan. Maka, jadikanlah perbedaan ini sebagai sejarah bahwa indonesia juga pernah mengalami masa-masa yang indah dengan konflik.
            Sebagai negara demokratik yang menghargai perbedaan seharusnya indonesia melindungi segenap hak bangsa dan masyarakat minoritas ketika dalam kondisi yang tidak aman. Karena jika ini terus di biarkan maka kemungkinan besar akan terjadi yang namanya kerusuhan besar yang akan mengakibatkan hancurnya dan kukuhnya NKRI ini.
            Dasar dari semua tulisan ini penulis melandaskannya kepada sebuah hadis Nabi di atas bahwa ikhtilaafu ummatii rohmatun.tanpa menghakimi mana yang benar dan mana yang salah sehingga dalam tulisan ini tidak menimbulkan masalah kaitannya dengan perbedaan. Hal ini di maksudkan agar tidak ada lagi sebuah anggapan yang saling mencela dan saling menyudutkan satu sama lain.
            Dengan semua perbedaan yang mengakar kokoh kepada adanya akan doktrin awal bahwa bagaimanapun juga kita harus menyadari itu semua sebagai sebuah langkah indonesia akan segera menjadi negara yang juga di perhitungkan dan di sejajarkan dengan negara-negara lain. Perbedaan akan mengantarkan kita kepada kecerahan masa depan.
            Ada banyak hal yang mestinya kita tiru dari kepiawaian dan kecerdikan Gus Dur sebagai orang yang di perhitungkan dunia lebih-lebih kaum minoritas, dimana kaum minoritas ini seringkali menemui berbagai rintangan dan halangan ketika akan melaksanakan segala aktivitasnya. Kaum yang tertindas, kaum yang selalu mendapat kecaman sesat dari orang sekelilingnya pembela utama mereka tiada lain kecuali hany beliau sebagai bapak pluralisme. Sebagai orang yang merupakan pembawa dan pembela kemajemukan lebih-lebih dalam hal kebebasan beragama tentunya tidak lain bagi beliau adalah bagaimana kemudian semua agama, semua etnis, semua ras, semua budaya harus dan perlu mendapat tempat yang layak dan straegis tanapa ada sedikitpun yang namanya diskriminasi. karena fokus pembahasan dalam tulisan ini sengaja penulis spesifik-kan kepada pandangan kaum minoritas terhadap guru bangsa maka, setidaknya menjadi wajib bagi penulis untuk bagaimana kemudian mengantarkan pembaca kepada ruang yang suasananya lebih enak dan sejuk.
            Selanjutnya, kalau boleh meminjam bahasanya Cak Nur dalam bukunya; islam doktrin dan peradaban. Di zaman aspirasi derivasi universal ini kita di tuntut oleh dua peradaban yang saling berdekatan. Ia adalah peradaban materialis-Hedonis dan peradaban liberalis-sekuralis. Pada masa-masa yang seperti inilah kemudian kita di buat bingung ketika suatu ketika kita di benturkan kepada dua peradaban tadi. Tetapi yang terpenting bagi kita adalah mampu menjadikan tantangan dan kebingungan tadi sebagai sebuah batu loncatan untuk kecerahan masa depan bangsa.
            Kembali kepada persoalan kaum minoritas, dimana setiap hal yang tidak sesuai dengan norma dan hukum adat yang berlaku di negeri ini dan hal itu di lakukan oleh kaum tadi. Maka, yang jelas ini akan menjadi perbincangan dan persoalan hangat, aktual dan menarik kajian media untuk di angkat ke permukaan sebagai berita dan bisa-bisa konflik yang orang-orang akan menyebutnya; konflik antar agama. Belajar dari kasus yang terjadi antara kaum sunni dan syiah di dusun nangkernang kecamatan omben sampang madura beberapa bulan yang lalu sudah saatnyalah kita mengaca dan bercermin ulang kepada tokoh sekaligus guru bangsa yang satu ini yaitu K.H. Abdurrahman Wahid atau yang sering di sebut Gus Dur oleh orang kebanyakan. Walaupun memang pada prinsipnya ajaran dan aliran di maksud benar-benar menyimpang dan keluar dari garis-garis yang telah menjadi kesepakatan ijma` ulama`. Bila hal ini terus menerus di kembangkan. Besar kemungkinan konflik dan anarkisme tak terhindarkan.
            Ketika bangsa ini mulai bergejolak lantaran hanya perbedaan pendapat, hanya perbedaan ideologi dan perbedaan agama maka Gus Dur muda di harapkan tampil kembali sebagai penengah di antara mereka yang sering mengalami perselisihan, goncangan dan gempuran.
            Bisa pula kejadian di sampang madura ini karena ada intervensi politik atasan bisa pula ada pihak ketiga yang menjadi provokator untuk menjerumuskan kembali bangsa yang majemuk ini,
            Ketika melihat kembali pergolakan politik yang kemudian di tandai oleh pergantian kepala negara menjadikan bangsa ini kelimpungan. Mulai dari Zaman Orde Lama, Orde Baru dan hingga saat ini Zaman Reformasi demokratisasi yang di impikan oleh pemerintah pun juga oleh rakyat indonesia selalu saja menuai kegagalan. Dan hal ini wajar-wajar saja ketika kita kaitkan dengan segala tindak tanduk persoalan yang terjadi pada masa nabi dan setelahnya hingga sampai sekarang.
            Perbedaan, diskriminasi, caci maki, kesenjangan dan kecemburuan sosial adalah rahmat tuhan yang mestinya kita syukuri bersama sesuai sabda Nabi Muhammad yang merupakan nabi terakhir, termulya dan pelopor sejarah peadaban islam bahwa ikhtilaafu ummatii rohmatun(perbedaan di antara umatku adalah rahmat). Marilah kita hargai dan beri apresiasi terhadap perbedaan di negeri Gemah Ripah Loh Jinawi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar